ABSTRAK
HAM merupakan hal yang melekat pada diri
manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugraah Allah yang
harus dihormati, dujaga dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau
negara. Berdasarkan beberapa rumusan HAM diatas, dapat ditarik kesimpulan
tentang beberapa cirri pokok hakikat HAM yaitu:
1. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun
diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatois;
2. HAM berlaku untuk senua orang tanpa
memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politokatau asal-usul
social dan bangsa;
3. HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorang
mempunyai hsk untuk membatasiatau melanggar hak orang lain. Orang tetap
mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau
melanngar HAM.
Prof. Bagir Manan membagi HAM pada beberapa
kategori yaitu; hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak social dan budaya.
Berkaitan dengan nilai-nilai HAM, paling tidak ada tiga teori yang dapat
dijadikan kerangka analisis yaitu teori realitas (realistic theory), teori relativisme cultural (cultural relativism theory) dan teori radikal universalisme (radical universalism). Teori realitas
mendasari pandangannya pada asumsi adanya sifat manusia yang menekan self
interest dan egoism dalam dunia seperti bertindak anarkis. Sementara teori
relativitas cultural berpandangan bahwa nilai-nilai moral dan budaya bersifat
particular (khusus). Teori radikal universalislitas berpandangan bahwa semua
nilai-nilai termasuk nilai-nilai HAM adalah bersifat universal atau tidak bisa
di modifikasi untuk menyesuaikan adanya perbedaan budaya dan sejarah suatu
negara. Pelanggaran
HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat
negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku (UU No.
26/2000 tentang pengadilan HAM). Sedangkan bentuk pelanggaran HAM ringan selain
dari kedua bentuk pelanggaran HAM berat itu.
BAB I
PEMBAHASAN
HAK ASASI MANUSIA
A.
PENGERTIAN DAN HAKIKAT HAK ASASI MANUSIA
Menurut pendapat Jan Materson (dari Komisi HAM PBB), dalam teaching Human Right, United Nation sebagaimana
dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa “Human
Right could Be generally define as those right which are inherent in our nature
and without which can not live as human being” (hak asasi manusia adalah
hak-hak yang melekat pada setipa manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat
hidup sebagai manusia). Selanjutnya John Locke menyatakan bahwa hak asasi
manusia adalah hak-hak yang diberikan langusung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta
sebagai hak yang kodrati. Oleh karenanya, tidak ada kekuasaan apaun didunia
yang dapat mencabutnya. Hak ini sifatnya sangat mendasar ( fundamental) bagi
hidup dan kehidupan manusia dan merupakan hal kodrati yang tidak bisa terlepas
dari dalam kehidupan manusia.[1]
Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor
39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia
adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”[2]
Berdasarkan rumusan pengertian HAM
diatas, diperoleh suatu kesimpulan bahwa HAM merupakan hal yang melekat
pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugraah
Allah yang harus dihormati, dujaga dan dilindungi oleh setiap individu,
masyarakat atau negara. Berdasarkan beberapa rumusan HAM diatas, dapat ditarik
kesimpulan tentang beberapa cirri pokok hakikat HAM yaitu:
4. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun
diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatois;
5. HAM berlaku untuk senua orang tanpa
memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politokatau asal-usul
social dan bangsa;
6. HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorang
mempunyai hsk untuk membatasiatau melanggar hak orang lain. Orang tetap
mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau
melanngar HAM.
B.
PERKEMBANGAN PEMIKIRAN HAM
1. Perkembangan Pemikiran HAM secara Umum
Perkembangan HAM ditandai dengan munc ulnya The American Declaration of
Independent yang lahir dari paham Rosseau di Montesquieu. Mulailah
dipertegaskan bahawa manusia adalah merdeka sejak lahir di dalam perut ibunya,
sehingga tidak logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu. Pemikiran HAM
terus berlangsung dalam rangka mencari rumusan HAM yang sesuai dengan konteks
ruang dan zamannya. Secara garis besar perkembangan pemikiran HAM dibagi
menjadi 4 generasi. Generasi pertama, berpendapat bahwa Pengertian HAM hanya
berpusat pada bidang hukum dan politik. Generasi kedua, pemikran HAM tidak
hanya menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak social, ekonomi, politik dan
budaya.
Generasi ketiga, sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi ketiga
menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, social, politik dan hukum dalam
suatu keranjang yang disebut dengan ak-hak melaksanakan pembangunan (the right
of development) sebagi istilah yang diberikan ileh International Comission of Justice.
Setelah banyakknya dampak negative yang ditimbulakn dari pemikitran HAM
generasi ketiga, lahirlah
generasi keempat, yang
mengkritik peranan negara yang sangat dominan dalam proses pembangunan yang
terfokus pada pembangunan ekonomidan menimbulkan dampak negarifseprti yang yang
diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Pemikiran HAM generasi keempat
dipelopori oleh negara-negara di kawasan Asia pada tahun 1983 melahirkan
deklarasi Hak Asasi Manusi yang disebut Declaration
of Basic Duties of Asia and Government. Deklarasi
tersebut juga secara positif mengukuhkan keharusan imoeratif dari negara untuk
memenuhi hak asasi rakyatnya. Beberapa masalah dalam declarasi ini yang terkait
dengan HAM dalam kaitan dengan pembangunan sebagai berikut:
a. Pembangunan berdikari (self development)
b. Perdamaian
c. Partisipasi Rakyat
d. Hak-Hak Budaya
e. Hak Keadilan Sosial
2. Perkembangan Pemikiran HAM di Indonesia
a.
Periode sebelum kemerdekaan ( 1908-1945)
Sebagai organisasi pegerakan, Boedi Utomo telah menaruh perhatian
terhadap masalah HAM, para pemimpin Boedi Uetomo telah memperlihatkan adanya
kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang
ditujukan kepada pemerintah colonial maupun dalam tulisan yang dimuat surat
kabar Goroe Desa. Bentuk pemikiran
HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak dan
kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat. Pemikiran HAM yang terjadi
dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka
hukum, hak atas pekerjaaan dan penghidupan yang layak, untuk memeluk agama dan
kepercayaan, hak berserikat, hak berkumpul, hak untuk mengeluarkan fikiran
dengan lisan dan tulisan. Dengan demikian gagasan dan pemikiran HAM di
Indonesia telah menjadi perhatian besar dari para tokoh pergerakan bangsa dalam
rangka penghormatan dan penegakan HAM, karena itu , HAM di Indonesia mempunyai
akar sejarah yang sangat kuat.
b.
Periode setelah kemerdekaan (1945 –
sekarang)
1)
Periode 1945-1950
Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih menekanka pada hak
untuk merdeka (self determination), hak kebebasan untuk berserikat melalui
organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk berserikat melalui
organisasi politik yang didirikan serta hak dan kebebasan untuk menyampaikan
pendapat terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara
formal karena telah memperoleh pengetahuan dan masuk kedalam hukum dasar negara
(konstitusi) yaitu UUD 1945.
2) Periode 1950-1959
Periode 1950-1959 dalam perjalanan negara Indonesia dikemal dengan
sebutan periode demokrasi parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini
mendapatkan momentum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang
menjadi semangat demokrasi liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan
tempat dikalangan elit politik
3) Periode 1959-1966
Pada periode ini system pemerintahan yang berlaku adalah system
demokrasi terpimpin sebagi redaksi penolakan Soekarno terhadap system demokrasi
parlementer. Pada system ini (demikrasi terpimpin), kekuasaan terpusat dan
berada di tanga Presiden. Akibat dari system demikrasi terpimpin presiden
melakukan tindakan inkonstitusionalbaik pada tataran suprastruktus poliyik
maupun dalam tataran infrastruktur politik.
4) Periode 1966-1998
Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada
semangat untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan sebagi
seminar tentang HAM. salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun
1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan pangadilan HAM
untuk wilaya Asia.
Semetara itu, pada sekitar awal tahun 1970 an sampai periode akhir
1980-an persoalan HAM di Indonesia mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi
dihormati, dilindungi serta ditegakkan. Pemikiran elit penguasa pada masa ini
sangat diwarnai oleh sikap penolokannya terhadap HAM sebagai produk barat dan
individialistik serta bertentangan dengan paham kekeluargaan yang dianut bangsa
Indonesia.
5) Periode 1998-sekarang
C.
BENTUK-BENTUK HAK ASASI MANUSIA
Prof. Bagir Manan membagi HAM pada beberapa kategori yaitu; hak sipil,
hak politik, hak ekonomi, hak social dan budaya. Hak sipil terdiri dari hak
yang diperlakukan sama dimuka hukum, hak bebas dari kekerasan, hak khusus bagi
suatu kelompok masyarakat tertentu, hak hidup dan kehidupan. Hak politik
terdiri dari hak kebebasan berserikat dan berkumpul, hak kemerdekaan
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, dan hak menyampaikan pendapat di
muka umum. Hak ekonomi terdiri dari hak jaminan social, hak perlindungan kerja,
hak perdagangan, dan hak pembangunan berkelanjutan. Hak social budaya terdiri
dari hak memperoleh pendidikan, ak kekayaan intelektual, hak kesehatan, dan hak
memperoleh perumahan dan pemukiman.
D.
NILAI-NILAI HAK ASASI MANUSIA ANTARA UNIVERSAL
DAN PARTIKULAR
Berkaitan dengan
nilai-nilai HAM, paling tidak ada tiga teori yang dapat dijadikan kerangka
analisis yaitu teori realitas (realistic
theory), teori relativisme cultural (cultural
relativism theory) dan teori radikal universalisme (radical universalism).
Teori realitas mendasari
pandangannya pada asumsi adanya sifat manusia yang menekan self interest dan
egoism dalam dunia seperti bertindak anarkis. Sementara teori relativitas
cultural berpandangan bahwa nilai-nilai moral dan budaya bersifat particular
(khusus). Teori radikal universalislitas berpandangan bahwa semua nilai-nilai
termasuk nilai-nilai HAM adalah bersifat universal atau tidak bisa di
modifikasi untuk menyesuaikan adanya perbedaan budaya dan sejarah suatu negara.
E.
HAM DALAM TINJAUAN ISLAM
Adanya
ajaran tentang HAM dalam Islam menunjukan bahwa Islam sebagai agama telah
menempatkan manusia sebagai makhluk terhormat dan mulia. Oleh karena itu,
perlindungan dan penghormatan terhadap manusia merupakan tuntutan ajaran itu
sendiri yang wajib dilaksanakan oleh umatnya terhadap sesama manusia tanpa
terkecuali.Hak-hak yang diberikan Allah itu bersifat permanent, kekal dan
abadi, tidak boleh dirubah atau dimodifikasi (Abu A’la Almaududi, 1998).Dalam
Islam terdapat dua konsep tentang hak, yakni hak manusia (hak al insan) dan hak
Allah. Setiap hak itu saling melandasi satu sama lain. Hak Allah melandasi
manusia dan juga sebaliknya.Dalam aplikasinya, tidak ada satupun hak yang
terlepas dari kedua hak tersebut, misalnya sholat. Sementara dalam hal al insan
seperti hak kepemilikan, setiap manusia berhak untuk mengelola harta yang
dimilikinya.
Konsep
islam mengenai kehidupan manusia didasarkan pada pendekatan teosentris
(theocentries) atau yang menempatkan Allah melalui ketentuan syariatnya sebagai
tolak ukur tentang baik buruk tatanan kehidupan manusia baik sebagai pribadi
maupun sebagai warga masyarakjat atau warga bangsa. Dengan demikian konsep
Islam tentang HAM berpijak pada ajaran tauhid.Konsep tauhid mengandung ide
persamaan dan persaudaraan manusia.Konsep tauhid juga mencakup ide persamaan
dan persatuan semua makhluk yang oleh Harun Nasution dan Bahtiar Effendi
disebut dengan ide perikemakhlukan. Islam datang secara inheren membawa ajaran
tentang HAM, ajaran islam tentang HAM dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran
islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits yang merupakan sumber ajaran normative,
juga terdapat praktek kehidupan umat islam.
Dilihat dari tingkatannya, ada 3 bentuk HAM
dalam Islam, pertama, Hak Darury (hak dasar).Sesuatu dianggap hak dasar apabila
hak tersebut dilanggar, bukan hanya membuat manusia sengsara, tetapi juga
eksistensinya bahkan hilang harkat kemanusiaannya.Sebagai misal, bila hak hidup
dilanggar maka berarti orang itu mati. Kedua, hak sekunder (hajy) yakni hak-hak
yang bila tidak dipenuhi akan berakibat hilangnya hak-hak elementer misalnya,
hak seseorang untuk memperoleh sandang pangan yang layak maka akan
mengakibatkan hilangnya hak hidup. Ketiga hak tersier (tahsiny) yakni hak yang
tingkatannya lebih rendah dari hak primer dan sekunder (Masdar F. Mas’udi,
2002)
Mengenai HAM yang berkaitan dengan hak-hak
warga Negara, Al Maududi menjelaskan bahwa dalam Islam hak asasi pertama dan utama
warga negara adalah:
1.
Melindungi
nyawa, harta dan martabat mereka bersama-sama dengan jaminan bahwa hak ini
tidak kami dicampuri, kecuali dengan alasan-alasan yang sah dan ilegal.
2.
Perlindungan
atas kebebasan pribadi. Kebebasan pribadi tidak bisa dilanggar kecuali setelah
melalui proses pembuktian yang meyakinkan secara hukum dan memberikan
kesempatan kepada tertuduh untuk mengajukan pembelaan
3.
Kemerdekaan
mengemukakan pendapat serta menganut keyakinan masing-masing
4.
Jaminan
pemenuhan kebutuhan pokok bagi semua warga negara tanpa membedakan kasta atau
keyakinan. Salah satu kewajiban zakat kepada umat Islam, salah satunya untuk
memenuhi kebutuhan pokok warga negara.[3]
F.
HAK ASASI MANUSIA DALAM PERUNDANG-UNDANGAN
NASIONAL
Pengaturan HAM dalam
ketatanegaraan RI terdapat dalam perundang-undangan yang dijadikan acuan
normative dalam pemajuan dan perlidungan HAM. Dalam prundang-undangan RI paling
tidak terdapat empat bentuk hukum tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi (Undang-Undang
Dasar Negara ). Kedua, dalam
ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam
Undang-Undang. Keempat, dalam
peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan pemerintah,
Keputusan Presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.
Kelebihan pengaturan HAM
dalam konstitusi memberikan aminanyang sangat kuat, karena perubahan dan atau
penghapusan satu pasal dalam konstitusi seperti dalam ketatanegaraan di
Indonesia mengalami proses yang sangat berat dan panjang antara lain melalui amndemen
dan referendum. Sedangkan keleahannya karena yang diatur dalam konstitusi hanya
memuat aturan yang masih global seperti kesatuan tentang HAM dalam konstitusi
RIS yang masih bersifat global.
G.
PELANGGARAN DAN PENGADILAN HAM
Pelanggaran
HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat
negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku (UU No.
26/2000 tentang pengadilan HAM). Sedangkan bentuk pelanggaran HAM ringan selain
dari kedua bentuk pelanggaran HAM berat itu.
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis dan kelompok agama. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara membunuh anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok, menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok, dan memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM).
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis dan kelompok agama. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara membunuh anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok, menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok, dan memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM).
Sementara
itu kejahatan kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai
bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa
serangan tersebut tujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa
pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara
paksa, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara
sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional,
penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa atau
bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara, penganiayaan terhadap suatu
kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras,
kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah
diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional,
penghilangan orang secara paksa, dan kejahatan apartheid.
Pelanggaran
terhadap HAM dapat dilakukan oleh baik aparatur negara maupun bukan aparatur
negara (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM).Karena itu penindakan terhadap
pelanggaran HAM tidak boleh hanya ditujukan terhadap aparatur negara, tetapi
juga pelanggaran yang dilakukan bukan oleh aparatur negara.Penindakan terhadap
pelanggaran HAM mulai dari penyelidikan, penuntutan, dan persidangan terhadap
pelanggaran yang terjadi harus bersifat non-diskriminatif dan
berkeadilan.Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di
lingkungan pengadilan umum.
Penaggung jawab dalam penegakan
(respection), pemajuan (promotion), perlindungan (protection) dan pemenuhan
(fulfill) HAM.
Tanggung jawab pemajuan, penghormatan dan
perlindungan HAM tidak saja dibebankan kepada negara, melainkan juga kepada
individu warga negara.Artinya negara dan individu sama-sama memiliki tanggung
jawab terhadap pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.Karena itu,
pelanggaran HAM sebenarnya tidak saja dilakukan oleh negara kepada rakyatnya,
melainkan juga oleh rakyat kepada rakyat yang disebut dengan pelanggaran HAM
secara horizontal.[4]
H.
PENAGGUNG JAWAB DALAM PENEGAKAN
(RESPECTION), PEMAJUAN(PROMOTION), PERLINDUNGAN( PROTECTION), DAN PEMENUHAN
(FULFILL) HAM
Perdebatan tentang
siapa yang bertanggung awab dalam menegakkan, pemajuan, perlindungan dan
pemenuhan HAM sampai kini menadi wacana dan diskursus yang tidak berkesudahan.
Dalam kaitandenga persoalan tersebut, paling tidak ada dua pandangan. Pandangan
pertama menyatakan bahwa yang harus bertanggung jawab memajukan HAM adalah
negara, karena negara dibentuk sebagai wadah untuk kepentingan keseahteraan
rakyatnya. Rakyat yang cerdas dan sadar sehingga mampu menghargai dan
menghormati HAM perlu diberikan pendidikan terutama masalah yang berkaitan
dengan HAM. Negara yang tidak memfasilitasi rakyat melalui pendidikan HAM
berarti negara telah mengabaikan amanat rakyat. Begitu pula tanggung jawab
dalam melindungi HAM adalah negara (state). Oleh karena itu, deklarsi PBB
tentang HAM dunia, beberapa Kovenan, Hukum Peranjinjian Internasional, Piagam
Madinah, Deklarasi Kairo dan sebagainya harus diletakkan sebgau norma hukum
internasional yang mengatur bagaimana negara-negara di dunia menjamin hak-hak
individunya.
Pandangan kedua, menyatakan bahwa tanggung awab pemauan, penghormatan
dan perlindungan HAM tidak saa dibebankan kepada negara, malainkan juga pada
individu sama-sama memiliki tanggung awab terhadap pemajuan , penghormatan dan
perlindungan HAM. Karena itu, pelanggaran HAM sebanarnya tidak hanya dilakukan
oleh negara kepada rakyatnya, melainkan juga oleh rakyat kepada rakyat yang
disebut pelanggaran HAM secara horizontal.
BAB II
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Menurut pendapat Jan Materson (dari Komisi
HAM PBB), dalam teaching Human Right,
United Nation sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa “Human Right could Be generally define as
those right which are inherent in our nature and without which can not live as
human being” (hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada setipa
manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia).
Selanjutnya John Locke menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak yang
diberikan langusung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati.
Oleh karenanya, tidak ada kekuasaan apaun didunia yang dapat mencabutnya. Hak
ini sifatnya sangat mendasar ( fundamental) bagi hidup dan kehidupan manusia
dan merupakan hal kodrati yang tidak bisa terlepas dari dalam kehidupan
manusia.
Mengenai
HAM yang berkaitan dengan hak-hak warga Negara, Al Maududi menjelaskan bahwa
dalam Islam hak asasi pertama dan utama warga negara adalah:
5.
Melindungi
nyawa, harta dan martabat mereka bersama-sama dengan jaminan bahwa hak ini
tidak kami dicampuri, kecuali dengan alasan-alasan yang sah dan ilegal.
6.
Perlindungan
atas kebebasan pribadi. Kebebasan pribadi tidak bisa dilanggar kecuali setelah
melalui proses pembuktian yang meyakinkan secara hukum dan memberikan
kesempatan kepada tertuduh untuk mengajukan pembelaan
7.
Kemerdekaan
mengemukakan pendapat serta menganut keyakinan masing-masing
Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi semua warga negara tanpa
membedakan kasta atau keyakinan. Salah satu kewajiban zakat kepada umat Islam,
salah satunya untuk memenuhi kebutuhan pokok warga negara
DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi, Prof., Dr., M.A. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Jakarta: Tim ICCE UIN Jakarta
http://ilmu27.blogspot.com/2012/08/makalah-hak-asasi-manusia-ham.html
http://makalahhakasasimanusiaham.blogspot.com/
http://oeebudhi.blogspot.com/2012/01/makalah-hak-asasi-manusia.html
[1] Prof. Dr.
Azyumardi Azra M.A. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, (Jakarta: Tim ICCE UIN
Jakarta ) hlm. 200-201
[2]
http://ilmu27.blogspot.com/2012/08/makalah-hak-asasi-manusia-ham.html
[3] http://makalahhakasasimanusiaham.blogspot.com
[4] http://oeebudhi.blogspot.com/2012/01/makalah-hak-asasi-manusia.html
No comments:
Post a Comment